Wawancara Ky.H. As’ad Said Ali; Kita Tumbuhkan Kelas Menengah Baru Dari NU, memberdayakan ekonomi umat, memajukan ekonomi umat, dalam kerangka ekonomi bangsa indonesia
Home » Berita » Wawancara Ky.H. As’ad Said Ali; Kita Tumbuhkan Kelas Menengah Baru Dari NU

Wawancara Ky.H. As’ad Said Ali; Kita Tumbuhkan Kelas Menengah Baru Dari NU

admin 17 Mei 2013 116

Perkembangan ekonomi dilakalangan nahdiyin, kita kan membahas dalam bersama Ky.H. As’ad Said Ali. Bagaimana strategi pengembangan ekonomi bagi warga NU, berikut wawancara Mukafi Niam dengan Wakil Ketua Umum PBNU H As’ad Said Ali beberapa waktu lalu.

Bagaimana upaya pengembangan ekonomi NU?

Ini merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan warga NU. Titik tolaknya dari Nahdlatut Tujjar yang dikembangkan oleh para pedagang NU. Kedua dari koperasi Syirkah Muawanah. Dulu kan pedagang NU berkumpul disitu, sayang hasilnya tidak seperti yang diharapkan karena kita dibatasi Belanda, perdagangan hanya diperuntukkan bagi bangsa Timur. Sekarang kan ekonomi sudah kapitasis murni, bahkan neolib. Pertanyaaanya, kita mau melawan atau berkolaborasi. Saya tidak melawan atau berkolaborasi, tetapi bagaimana memposisikan ekonomi kita, mau tak mau harus bergaul dengan mereka, tapi tak ikut konsep mereka.

Mau tak mau kita harus bisa hidup dalam situasi seperti itu, tatapi bukan berarti membenarkan mereka, tapi tak juga menyalahkan secara frontal, tak ada gunanya. Karena itu kita harus memanfaatkan berkah kerjasama, Seperti zaman Belanda kita bisa melakukan kebijakan non kooperasi atau bekerjasama, tetapi jika bekerjasama bukan berarti membenarkan mereka, seperti itulah dalam bidang ekonomi. Contoh yang kongkrit adalah supermarket. Ini kan konsep liberal, bagaimana mereka menerima produk kita yang merupakan produk dari home industri.

Apakah home industri masih bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar?

Kalau kita bicara home industri kita tak ngomong kapasitas lagi, Taiwan bisa, Jepang bisa. Ini artinya akan muncul tenaga kelas menengah. Satu pabrik akan dihidupi banyak fihak, mereka tidak bisa semena-mena. Kita bisa hidup, mereka juga hidup. Karena itulah kita akan membangun home industri. Kebijakan nasional kita dorong seperti itu, di NU juga harus mengarah ke situ juga. NU kan berbasis pertanian, peternakan dan perikanan laut, untuk ini semua kan perlu finance. Pendirian lembaga keuangan mikro ini sebenarnya untuk mendukung itu, untuk membantu membangun home industri yang berbasis pertanian. Contohnya peternakan, Sekarang kita mengambil sapi dari Australia yang sekali angkut bisa 10 ribu sapi. Mereka bisa mendikte dengan memberikan kualitas yang lebih rendah, kenapa kita tidak membikin industri sapi sendiri. Semua masih tergantung dari luar, bibitnya dan lainnya. Kemarin saya ketemu anak NU yang bisa melakukan persilangan sapi, ya kita bikin dari awal, kita bikin yang berbasis pesantren.

Berarti harus difasilitasi dahulu keberadaan lembaga keuangannya untuk menopang home industri ini?

Ya, lembaga keuangan ini bisa dimiliki siapa saja, bisa dimiliki NU, pesantren atau pribadi yang kaya. Yang penting NU ikut membangun sistemnya, manajemennya. Yang diperlukan sekarang pilot project, orang yang bisa bekerja, toh katanya pemerintah memberikan kesempatan yang luas untuk pembiayaan. Banyak contoh lain, buah-buahan, masak kita impor. Ini kan perlu ilmu pengetahuan. Ini kan konsolidasi di bidang ekonomi. Selama ini kan kita ikut orang luar saja. Kedua, perlunya peningkatan produktifitas. petani hasilnya kurang karena rontok di sawah dan di giling pakai huller, kalau dihitung 20 persen yang hilang. Kenapa tidak digunakan sistem penggilingan yang dipanaskan, mengelupas sendiri, menirnya sedikit, baunya harum, kadar airnya rata sehingga awet, ini kan menguntungkan petani. Banyak hal lain yang bisa dilakukan untuk membangun microfinance. Ini kan pada akhirnya jaringan NU semua. Nantinya ada lembaga mikro keuangan, ada Syirkah Muawanah, ada BPR. Ini kan jaringan ekonomi sendiri yang membiayai sendiri. Kalau usahanya sudah besar ya ke bank, bukan kewajiban NU lagi, ini tugas pemerintah. Kita membikin lembaga keuangan yang besar kalau yang kita punya sudah besar. Dan ini tak harus dimiliki oleh NU, struktural pengurus boleh, pesantren boleh, pribadi boleh sepanjang orang NU. Kalau di luar basis orang NU, ya kita harus bekerjasama dengan orang luar, ekonomi itu tak mengenal agama. Tidak menutup kemungkinan kerjasama dengan siapapun. Ini kalau dikaitkan dengan sistem pluralisme kan keberagaman. Kita tidak mengikuti yang Barat, ya Bhinneka Tunggal Ika melalui interaksi sosial, bukan dalam arti akidah. Itu kan sesuai dengan itu, kan kalau kita Bhinneka Tunggal Ika kan ukhuwah, satu dan bersaudara, cocok dengan ukhuwah wathoniah, melihat orang lain bagian dari kita, ringan sama dijinjing, berat sama dipikul.

Kita merasa saling tergantung dengan orang lain, persatuan kita bangun melalui konsep kerjasama ekonomi, bukan hanya melalui pertukaran etnik. Bagaimana yang kaya merasa tergantung yang miskin, yang miskin merasa tergantung dengan yang kaya. Misalnya saudara kita yang Tionghoa, mereka kan menginginkan keamananan usahanya. Kalau dia bisa menarik menjadikan orang NU temannya, ia akan mendapatkan perlindungan keamanan. Ini dilakukan dalam konteks pluralisme, ini menuntut perubahan mindset, intinya kemandirian yang dimulai dari perubahan mindset. Pengajuan proposal tidak masalah, tapi yang menuju kemandirian. Kita tdak punya uang tapi terus bekerjasama, setelah itu, kita boleh ngomong untuk meraih presiden atau wakil presiden. Selama ini tak ada, ngak usah ngomong itu, sudah berpengalaman berkali kali dan gagal. Kita belum siap bertarung dalam kancah politik seperti itu. Bukan berarti kita tak bermain politik, tapi sampai dimana kita berhasil.

Banyak pesantren yang berhasil dalam pengembangan BPR, katakanlah seperti Sidogiri, tapi sisi lain, PBNU punya pengalaman dengan Nusumma yang kurang berhasil?

Ini kembali pada teknologi dan ilmu pengetahuan. Sidogiri memulai dengan pengetahuan dulu, bermodal 17.5 juta rupiah, tahun 1997, tapi dia mengirim orang ke BPR punya ICMI, jadi disana dimulai dari itu, yang Nusumma dimulai langsung. Ini kan satu yang berbeda, Sidogiri yang didik pertama langsung banyak dan bikin sendiri. kalau Nusumma kan pegawai. Karena itulah, saya tahun 2007 membikin itu, saya bikin di Pati, jadi tiga BMT, yang paling bagus asetnya 2 M, yang terjelek 300 jutaan asetnya. Artinya saya ingin mengembangkan seperti itu. Bagaimana tenaga teman-teman yang mau memsupervisi di bawah, ini yang diperlukan. Kita kan baru proses dua kali, 120 orang. Saya tidak berpretensi semua jadi karena bakat entepreneuship harus ada. Kita tak boleh terlalu tergesa-gesa. Kita belajar dari Sidogiri, proses pembelajaran. Setiap pelatihan kita kirim ke sana. Kita mediasi BMT yang sudah ada untuk bisa kita bersinergi dengan lembaga keuangan yang sudah ada. Yang ada kita bina supaya kita carikan tempat. Kita akan melihat sejauh mana kelebihan dan kelemahannya. Nusumma akan kita lihat, bisa diperbaiki apa tidak, bisa kita carikan kerjasama. Ngak harus kita miliki, saham mayoritas bisa orang lain, yang penting kita punya disitu, karena ada proses pembelajaran di situ. Syirkan Muawanah tak cukup, harus ada lembaga keuangan yang lebih besar.

Sektor keuangan mikro pesaingnya kan sangat besar, bagaimana bersaing dengan yang lain?

Saya yakin kalau mindset-nya sudah menuju kemandirian, dengan akhlak yang baik ala pesantren, kita punya keunggulan dari yang lain. Ini bisa kok, seperti Sidogiri kan asetnya sudah 47 M. buktinya mereka bisa. Ngak bisa dipandang sepele. Yang penting amanah dan memiliki kemampuan manjerial skill. Bukan mencari uang sebanyak-banyaknya, PNS juga enterpreneurship, asal kreatif. Saya ini menjadi pengurus di PBNU atau tidak, saya dari dulu sudah bergerak di situ, dan saya tidak pernah meminta menjadi wakil ketua umum. Saya sudah memiliki program dengan KH Yusuf Cudhori, bikin pelatihan. Saya ke sana, membawa teman Tionghoa. Kita membikin madrasah sebagai bentuk kemandirian tidak dibawah Belanda, sekarang kemandiriannya dalam bidang ekonomi. Ini semua didorong oleh enterpreneuship. Pesantren harus punya SMK kejuruan, bukan ingin mendidik santri menjadi kuli, tetapi supaya daya tarik pesantren tidak hilang, karena pengaruh industrialisasi, masyarakat menjadi konsumtif. Orang jadi bertanya ngapain sekolah di pesantren yang tak mendapat duit. Disisi lain, dhak semua orang jadi kiai, dan pengembangan pengetahuan diniyah harus ditingkatkan juga. Pada satu sisi kita perlu mengembangkan sisi pragmatisme untuk mengembangkan ekonomi ummat, tetapi satu sisi juga perlu mengembangkan sisi idealis dengan keilmuan kegamaan yang lebih luas.

Pengembangan sekolah dan rumah sakit bukan sektor ekonomi yang profitable, tetapi lebih pada sebuah misi sosial, kalau NU berhasil dalam ekonomi kan luar biasa?

Kita ingin mendidik dengan kultur NU, kalau mereka kaya, dia sadar NU-nya sehingga organisasi akan gampang cari duit. Ini persoalan kita, Malaysia, dari awal merdeka, membangun luar bandar. Kita menggunakan konsep trickle down effect. Pak Harto mengaitkan dengan KUD, sayangnya kurang berhasil.

Proses pengkaderan di IPNU sejauh ini belum ada konsep enterpreneurship?

Makanya, yang dikader di NU, lebih bagus dari awal, saya sampai mau membikin tempat pendidikan sendiri ditempat yang sederhana. Kalau mau belajar kemandirian harus di kampung supaya tahu keadaan kita masih seperti itu. Kalau di kota kan sudah konsumtif. Kita perlu pionir, tapi ke dalam masih perlu pembenahan. Teman-teman menginginkan perubahan, diawali perubahan mindset dulu, ngak cukup dengan ceramah, tapi perlu contoh-contoh sehingga suatu saat orang ikut. Yang di tengah yang bergerak, yang dibelakang yang meluruskan dan mendorong, kalau yang ditengah memprakarsai.

Sebagai bagian dari gerkanan ekonomi Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI), berperan memberdayakan ekonomi umat, memajukan ekonomi umat, dalam kerangka ekonomi bangsa indonesia.

Comments are not available at the moment.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked*

*

*

Related post
Pertemuan Rutin Bulanan HIPSI DIY

admin

28 Des 2013

Himpuna Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI) DIY secara kontinue terus melakukan konsolidasi baik internal organisasi maupun eksternal organisasi. Sebagai bagian dari agenda rutin organisasi HIPSI DIY melakukan pertemuan yang diadakan pada tanggal 26 Desember 2013 kemarin. Pertemuan rutin ini dilakukan sebaai bentuk konsolidasi internal organisasi dimana didalamnya diisi dengan berbagai acara. Pertemuan rutin ini merupakan pertemuan …

Seminar Entrepreneur “Mempersiapkan Diri Menuju Indonesia 2030”

admin

28 Des 2013

“Indonesia yang berpenduduk kurang lebih 250 juta jiwa dengan mendiami sekitar 11.000 pulau dari 17.504 pulau di seluruh Nusantara merupakan Negara berkembang dengan potensi yang paling mungkin untuk menjadi negara kuat di masa akan mendatang. Pemimpin perusahaan konsultan bisnis, McKinsey Indonesia, Raoul Oberman, menyatakan Indonesia berpotensi menjadi negara dengan ekonomi terbesar ketujuh di dunia pada …

Report; Ngaji Entrepreneur Bersama Menteri BUMN Dahlan ISkan

admin

20 Okt 2013

Ngaji entrepreneur bersama menteri BUMN Dahlan Iskan akhirnya terlaksana dengan sukses. Acara ini diawali dengan penampilan group hadroh Pon.Pes Ar-Risalah sebagai penyambut para tamu, kemudian diteruskan dengan sambutan dari ahlulbait dan dari pengurus Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI) DIY. Telah hadir dalam acara ini para dirut BUMN se-DIY dan beberapa perwakilan selain itu hadir juga …

HIPSI DIY; Ngaji Entrepreneur Bersama Menteri BUMN Dahlan Iskan

admin

16 Okt 2013

Himpunan Pengusaha Santri Indonesia (HIPSI) DIY bersama dengan Radar Jogja  mengundang Menteri BUMN untuk acara bertajuk “Ngaji Entrepeneur ” Bersama Menteri BUMN Dahlan Iskan”. Dalam kesempatan ini acara akan dilaksanakan mulai jam 19.30 WIB tanggal 18 Oktober 2013 maloam Sabtu di Pondok Pesantren Ar-Risalah, Mlangi Nogotirto Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman. Yogyakarta. Menurut H. Buchori Al …

Yogyakarta Stok Sembako Aman sampai Lebaran 2013

admin

06 Jun 2013

Bulan Ramadhan merupakan waktu dimana siklus permintaan akan mengalami peningkatan sehingga dari tahun-tahun sebelumnya selalu mengalami peningkatan harga tentuny dikarenakan adanya suplay barang yang tidak mencukupi. Untuk itu keberadaan suplay barang yang mencukupi kebutuhan pasar dalam waktu dekat hingga lebaran menjadi salah satu syarat agar harga tidak melonjak dengan signifikan. Hal ini diutarakan oleh Menteri …

Berita Ekonomi, Pertumbuhan Ekspor DIY Peringkat Dua Nasional

admin

04 Jun 2013

Berita ekonomi, pertumbuhan ekspor DIY peringkat dua nasional. Data ini menunjukan bahwa pertumbuhan ekspor yogyakarta cukup positif dalam triwulan pertama 2013 bahkan pertumbuhan ekspor yogyakarta menempati ururtan kedua setelah Propinsi Papua dengan pertumbuhan ekspor sebesar 29,2 persen dan nlai ekspor 1,8 juta dolar Amerika. “Sementara ekspor Papua tumbuh 43,5 persen dengan nilai total 382,9 juta …

Hot Categories